BAB I
PENDAHULUAN
Gastritis adalah proses inflamasi
pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan secara histopatologi dapat
dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel- sel radang pada daerah tersebut.1
Penyakit ini sering terjadi. Sekitar empat juta penduduk Amerika Serikat
mengalami gangguan asam lambung dengan tingkat mortalitas sekitar 15.000 orang
per tahun.2 Angka kejadian gastritis dari hasil penelitian yang
dilakukan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tercatat, Jakarta mencapai
50%, Denpasar 46%,Palembang 35,3%, Bandung 32,5%, Aceh 31,7%, dan Pontianak
31,2%. Pada tahun 2009 tercatat 30.154 penderita gastritis yang mangalami rawat
inap di rumah sakit di Indonesia, yang terdiri dari 12.378 orang adalah
laki-laki dan 17.396 orang perempuan.1,2
Gastritis terjadi akibat
ketidakseimbangan antara faktor penyebab iritasi lambung atau disebut juga faktor agresif
seperti HCl, pepsin, dan faktor
pertahanan lambung atau faktor defensif yaitu adanya mukus bikarbonat.3 Penyebab ketidakseimbangan faktor agresif-
defensif antara lain adanya infeksi
Helicobacter pylori (H.pylori) yang merupakan penyebab yang paling
sering (30– 60%), penggunaan obat-obatan yaitu obat golongan Antiinflamasi Non-Steroid (NSAID),
kortikosteroid, obat-obat anti
tuberkulosa serta pola hidup dengan
tingkat stres tinggi, minum alkohol,
kopi, dan merokok.1,4
NSAID digunakan untuk mengobati
reumatoid artritis, osteoartritis atau nyeri. Berbagai jenis NSAID dapat
menghambat sintesis prostag- landin (PG) yang merupakan mediator inflamasi dan mengakibatkan
berkurangnya tanda inflamasi.1 Akan tetapi, PG khususnya PGE sebenarnya
merupakan zat yang bersifat protektor untuk mukosa saluran cerna atas. Hambatan
sintesis PG akan mengurangi ketahanan mukosa, dengan efek berupa lesi akut
mukosa gaster bentuk ringan sampai berat.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan
secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel- sel radang pada
daerah tersebut.1 Gastropati didefenisikan sebagai setiap
kelainan yang terdapat pada mukosa lambung. Gastropati menunjukkan suatu
kondisi dimana terjadi kerusakan epitel atau endotel tanpa inflamasi pada mukosa
lambung.5 Istilah gastropati dibedakan dengan gastritis, dimana
gastritis menunjukkan suatu keadaan inflamasi yang berhubungan dengan lesi pada
mukosa lambung.3
Gastropati NSAID adalah gejala
gastropati yang mengacu kepada spektrum komplikasi saluran cerna bagian atas
yang dihubungkan oleh penggunaan obat anti inflamasi non steroid dengan durasi
waktu tertentu, dan biasanya disebabkan oleh penggunaan jangka panjang NSAID.1,5
Disebut gastropati NSAID bila terdapat kumpulan gejala-gejala gastropati yang
bervariasi seperti dispepsia, nyeri abdominal, sampai komplikasi yang fatal
seperti perforasi, ulserasi, dan perdarahan dimana gejala-gejala tersebut tidak
ditemukan sebelum menggunakan NSAID.2,4,6
2.2
Epidemiologi
Spektrum penggunaan NSAID yang menginduksi
gastropati bervariasi yaitu mulai dari mual dan dispepsia (prevalensi yang
dilaporkan 50%-60%) sampai dengan komplikasi gastrointestinal yaitu ulserasi
peptikum (3%-4%), diikuti dengan perdarahan atau perforasi sebanyak 1,5% dari
pengguna setiap tahun. Hampir 20.000 pasien meninggal setiap tahun akibat
komplikasi gastrointestinal yang serius dari pemakaian NSAID.3,4,5
Bahkan pemakaian 75 mg/hari dari aspirin dapat mengakibatkan ulserasi
gastrointestinal yang serius, sehingga tidak memberikan dosis NSAID adalah cara
yang paling aman.6 Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
seperti usia, riwayat ulserasi terdahulu, penggunaan kortikosteroid, penggunaan
dosis tinggi NSAID, penggunaan beberapa NSAID, penggunaan antikoagulan, dan
penyakit sistemik yang serius. Faktor resiko yang mungkin termasuk adalah
infeksi oleh H.pylori, merokok, dan mengonsumsi alcohol.5,7
2.3
Patofisiologi
NSAID
merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu topikal dan sistemik.
Kerusakan mukosa secara tropikal terjadi karena NSAID bersifat asam dan
lipofili, sehingga mempermudah trapping
ion hidrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan.8 Efek sistemik
NSAID lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi
prostaglandin menurun secara bermakna.6,8 Seperti diketahui
prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa
lambung. Efek sitoproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran darah
mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan meningkakan epitel
defensif.1 Ia memperkuat sawar mukosa lambung duodenum dengan
meningkatkan kadar fosfolipid mukosa sehingga meningkatkan hidrofobisitas
permukaan mukosa, dengan demikian mengurangi difusi balik ion hidrogen.9
Selain
itu, prostaglandin juga menyebabkan hiperplasia mukosa lambung duodenum
(terutama di antara antrum lambung), dengan memperpanjang daur hidup sel-sel
epitel yang sehat (terutama sel-sel di permukaan yang memproduksi mukus), tanpa
meningkatkan aktivitas proliferasi.5,6 Elemen kompleks yang
melindungi mukosa gastroduodenal merupakan prostaglandin endogenous yang
disintesis di mukosa traktus gastrointestinal bagian atas. COX
(siklooksigenase) merupakan tahap katalitisator dalam produksi prostaglandin. 7,8
Sampai
saat ini dikenal ada dua bentuk COX, yakni COX-1 dan COX-2. COX-1 ditemukan
terutama dalam gastrointestinal, ginjal, endotelin, otak dan trombosit dan
berperan penting dalam pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat. COX-2
pula ditemukan dalam otak dan ginjal yang juga bertanggungjawab dalam respon
inflamasi.6,7 Endotelvaskular secara terus-menerus menghasilkan
vasodilator prostaglandin E dan I yang apabila terjadi gangguan atau hambatan
(COX-1) akan timbul vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun dan
menyebabkan nekrosis epitel. Sebagian besar obat NSAID bekerja sebagai
inhibitor non selektif enzim siklooksigenase, dimana obat ini menghambat
isoenzim siklooksigenase 1 (COX-1) dan siklooksigenase 2 (COX-2).6,8
Siklooksigenase mengkatalisis pembentukkan prostaglandin dan tromboksan dari
asam arakidonat. Asam arakidonat ini dihasilkan dari lapisan ganda fosfolipid
oleh fosfolipase A2. Prostaglandin bekerja sebagai molekul pembawa dalam proses
inflamasi.2,8
Penghambatan
COX oleh NSAID ini lebih lanjut dikaitkan dengan perubahan produksi mediator
inflamasi. Sebagai konsekuensi dari penghambatan COX-2, terjadi sintesis
leukotrien yang disempurnakan dapat terjadi oleh shunting metabolisme asam arakidonat terhadap jalur oxygenase.2 Leukotrien yang
memberikan kontribusi terhadap cedera mukosa lambung dengan mendorong iskemia
jaringan dan peradangan. Peningkatan ekspresi molekul adhesi seperti molekul
adhesi antar sel-1 oleh mediator pro-inflamasi seperti tumor nekrosis faktor
mengarah ke peningkatan adheren dan aktivasi neutrofil-endotel.8
2.4
Faktor Resiko
Resiko untuk mendapatkan efek
samping NSAID tidak sama untuk semua orang. Faktor-faktor resiko yang penting
adalah usia lanjut lebih dari 60 tahun, digunakan bersama-sama dengan steroid,
riwayat pernah mengalami efek samping NSAID, dosis tinggi atau kombinasi lebih
dari satu macam NSAID dan disabilitas.3,4 Selain itu infeksi H.
Pylori juga dapat memicu efek samping dari NSAID tersebut. Faktor lain yang
mungkin mempengaruhi efek samping NSAID adalah riwayat merokok dan konsumsi
alkohol. Menurut American Journal of Gastroenterology risiko gastrointestinal
NSAID dibagi menjadi risiko rendah (tidak ada faktor risiko), sedang (1 atau 2
faktor risiko berupa usia di atas 65 tahun, NSAID dosis tinggi, riwayat ulkus
tidak terkomplikasi, penggunaan bersama aspirin, kortikosteroid atau
antikoagulan), tinggi (>2 faktor risiko atau riwayat ulkus yang
terkomplikasi).8
2.5
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis bervariasi
dari tanpa gejala, gejala ringan dengan manifestasi tersering dispepsia, heartburn,
abdominal discomfort, dan nausea; hingga gejala berat seperti tukak peptik,
perdarahan dan perforasi. Keluhan lain yang biasa dirasakan pasien adalah
mengalami gangguan pada saluran pencernaan atas, berupa nafsu makan menurun,
perut kembung dan perasaan penuh di perut, mual, muntah dan bersendawa. Jika
telah terjadi pendarahan aktif dapat bermanifestasi hematemesis dan melena.6,7,8
2.6
Diagnosis
Diagnosis gastropati NSAID
dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis dapat ditemukan gejala gastrointestinal seperti
dispepsia, heartburn, abdominal discomfort, dan nausea nafsu makan
menurun, perut kembung dan perasaan penuh di perut, mual, muntah dan
bersendawa. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pada daerah
epigastrium dan dapat ditemukan distensi abdomen pada gejala yang berat. 6,8
Untuk pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan pemeriksaan EGD (Esofagogastroduedenoscopy) dan pemeriksaan
histopatologi. Pada EGD dapat dijumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil dan
kadang-kadang disertai pendarahan kecil. Lesi seperi ini dapat sembuh sendiri.7,8
Lesi yang lebih berat dapat berupa erosi dan tukak multiple, pendarahan luas
dan perforasi saluran cerna. Secara histopatologi tidak ditemukan gambaran yang
khas. Dapat dijumpai regenerasi epithelial, hiperplasi foveolar, edema lamina
propria dan ekspansi serabut otot polos ke arah mukosa. Ekspansi dianggap
abnormal jika sudah mencapai kira-kira sepertiga bagian atas.9
2.7
Penatalaksanaan
Penanganan perlukaan mukosa
karena NSAID terdiri dari penanganan terhadap ulkus aktif dan pencegahan primer
terhadap perlukaan di kemudian hari. Rekomendasi penanganan dan pencegahan
kerusakan mukosa untuk gastropati NSAID dapat dilihat pada tabel 1. Idealnya, NSAID
dihentikan sebagai langkah pertama terapi ulkus. Selanjutnya, pada penderita
diberikan obat penghambat sekresi asam (penghambat H2, PPIs). Akan tetapi,
penghentian NSAID tidak selalu memungkinkan karena beratnya penyakit yang
mendasari. Penggunaan protein pump inhibitor (PPI) berhubungan dengan
penyembuhan ulkus dan mencegah relaps pada penderita yang menggunakan NSAID
jangka panjang.10
Untuk pencegahan ulkus primer
dapat digunakan misoprostol (4 kali 200 μg per hari) atau PPI. Penghambat H2 dosis
tinggi (famotidine 2 kali 40 mg per hari) dapat dianjurkan sebagai pengganti
PPI walaupun PPI seperti omeprazole dan pantoprazole lebih superior. Penghambat
COX-2 selektif, selesoksib dan rofesoksib, nyatanya 100 kali lebih selektif dalam
menghambat COX-2 dibanding NSAID standar, tetapi penggunaannya meningkatkan gangguan
kardiovaskular.8,9 Efek pencegahan komplikasi gastrointestinal oleh
selesoksib dan rofesoksib hilang ketika digunakan bersama aspirin dosis rendah.
Oleh karena itu, terapi untuk melindungi lambung dibutuhkan pada penderita yang
menggunakan penghambat COX-2 dan aspirin.6,7
Obat Gastroprotektif
Misoprostol
Misoprostol adalah analog prostaglandin yang digunakan
untuk menggantikan secara lokal pembentukan prostaglandin yang dihambat oleh
NSAID. Menurut metaanalisis dilakukan oleh Koch, misoprostol mencegah kerusakan
GI: ulserasi lambung ditemukan dikurangi secara signifikan dalam kedua
penggunaan NSAID kronis dan akut, sedangkan ulserasi duodenum berkurang secara
signifikan hanya dalam pengobatan kronis. Dalam studi aplikasi mukosa
misoprostol 200 mg 4 kali sehari terbukti mengurangi tingkat keseluruhan
komplikasi NSAID sekitar 40%. Namun, penggunaan misoprostol dosis tinggi
dibatasi karena efek samping terhadap GI. Selain itu, penggunaan misoprostol
tidak berhubungan dengan pengurangan gejala dyspepsia.8,9,11
Sucralfat
dan Antasida
Selain mengurangi paparan asam pada epitel yang rusak
dengan membentuk gel pelindung (sucralfate) atau dengan netralisasi asam
lambung (antasida), kedua regimen telah ditunjukkan untuk mendorong berbagai
mekanisme gastroprotektif. Sukralfat dapat menghambat hidrolisis protein mukosa
oleh pepsin. Sukralfat masih dapat digunakan pada pencegahan tukak akibar
stress, meskipun kurang efektif. Karena diaktivasi oleh asam, maka sukralfat
digunakan pada kondisi lambung kosong. Efek samping yang paling banyak terjadi
yaitu konstipasi. Antasida diberikan untuk menetralkan asam lambung dengan
mempertahankan PH cukup tinggi sehingga pepsin tidak diaktifkan, sehingga
mukosa terlindungi dan nyeri mereda. Preparat antasida yang paling banyak
digunakan adalah campuran dari alumunium hidroksida dengan magnesium
hidroksida. Efek samping yang sering terjadi adalah konstipasi dan diare.8,9
Antagonis Reseptor H2
Dengan struktur serupa dengan
histamin, antagonis reseptor H2 tersedia dalam empat macam obat yaitu
simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin. Walaupun setiap obat memiliki
potensi berbeda, seluruh obat secara bermakna menghambat sekresi asam secara
sebanding dalam dosis terapi. Tingkat penyembuhan ulkus sama ketika digunakan
dalam dosis yang tepat. Dua kali sehari dengan dosis standard dapat menurunkan
angka kejadian ulkus gaster. Selain itu, antagonis reseptor H2 dapat menurunkan
risiko tukak duodenum tetapi perlindungan terhadap tukak lambung rendah. Dosis
malam yang sesuai adalah ranitidin 300 mg, famotidin 40 mg dan nizatidin 300
mg.6,7,8
Proton Pump (H+,K+-ATPase) Inhibitors
Proton pump inhibitors merupakan
pilihan komedikasi untuk mencegah gastropati NSAID. Obat ini efektif untuk
penyembuhan ulkus melalui mekanisme penghambatan HCl, menghambat pengasaman
fagolisosom dari aktivasi neutrofil, dan melindungi sel epitel serta endotel
dari stres oksidatif melalui induksi haem oxygenase-1 (HO-1). Enzim HO-1
adalah enzim pelindung jaringan dengan fungsi vasodilatasi, anti inflamasi, dan
antioksidan. Waktu paruh PPIs adalah 18 jam dan dibutuhkan 2-5 hari untuk
menormalkan kembali sekresi asam lambung setelah pemberian obat dihentikan.6,9
Efikasi maksimal didapatkan pada pemberian sebelum makan. Obat PPI menyebabkan
pengurangan gejala klinis dispepsia karena NSAID dibanding antagonis reseptor
H2 maupun miso-prostol. Lansoprazol dan misoprostol dosis penuh. secara klinis
menunjukkan efek ekuivalen. Esomeprazole 20 dan 40 mg meredakan gejala
gastrointestinal bagian atas pada penderita yang tetap menggunakan NSAID.9,10,11
Tabel
1. Rekomendasi
Penganan Kerusakan Mukosa karena Penggunaan NSAID8
|
Klinis
|
Rekomendasi
|
|
Ulkus aktif
|
|
|
NSAID dihentikan
|
Antagonis reseptor H2, Proton Pump Inhibitor
|
|
NSAID dilanjutkan
|
Proton Pump Inhibitor
|
|
Terapi profilaksis
|
Misoprostol
Proton Pump Inhibitor
COX-2 Selektif Inhibitor
|
|
Infeksi H. pylori
|
Eradikasi jika terdapat ulkus aktif atau
riwayat ulkus peptikum
|

Gambar
1.
Alogaritma penanganan pasien pengguna NSAID dengan adanya gejala
gastrointestinal3
2.8
Komplikasi
Jika tidak tertangani dengan
baik, komplikasi gastropati OAINS dapat muncul pada penderita. Komplikasi
tersebut meliputi perdarahan gastrointestinal (hematemesis, melena), perforasi,
striktura, syok hipovolemik, dan kematian.8 Pada gastropati NSAID, dapat terjadi ulkus,
yang memiliki beberapa komplikasi yakni:9
· Hemoragi-gastrointestinal
atas, gastritis dan hemoragi akibat ulkus peptikumadalah dua penyebab paling
umum perdarahan saluran gastrointestinal.
· Perforasi,
merupakan erosi ulkus melalui mukosa lambung yang menembus kedalam rongga
peritoneal tanpa disertai tanda
· Penetrasi
atau Obstruksi, penetrasi adalah erosi ulkus melalui serosa lambung kedalam
struktur sekitarnya seperti pankreas, saluran bilieratau omentum hepatik.
· Obstruksi
pilorik terjadi bila area distal pada sfingter pilorik menjadi
jaringan parut dan mengeras karena spasme atau edema atau karena jaringan
parut yang terbentuk bila ulkus sembuh atau rusak.
permisi, maaf ijin nanya, ini daftar pustaka nya ada kah? terima kasih
ReplyDelete